Aktivis Lingkungan Serukan Penutupan TPL: Paket Bangkai Burung Dinilai Teror terhadap Alam

Aktivis Lingkungan Serukan Penutupan TPL: Paket Bangkai Burung Dinilai Teror terhadap Alam

Teror Menghantui Aktivis Lingkungan

Delima Silalahi, seorang aktivis lingkungan yang vokal menuntut penutupan PT Toba Pulp Lestari (TPL), menerima paket mencurigakan berisi bangkai burung di rumahnya di Desa Parik Sabungan, Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara. Kejadian ini dianggapnya sebagai bentuk teror.

Rocky Pasaribu, Direktur Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), menjelaskan bahwa paket kardus kecil tersebut ditemukan di meja perpustakaan rumah Delima. “Paket itu ditujukan untuk Delima, tetapi tidak ada yang menerima secara langsung,” ungkap Rocky.

Delima merasa bingung saat mengetahui adanya kiriman paket, karena ia tidak memesan apa pun. Setelah membuka paket tersebut, ia terkejut menemukan bangkai burung yang masih berdarah. “Isinya burung mati dan sudah berlumuran darah di atas tisu,” jelasnya.

Tanpa ada informasi pengirim yang jelas, hanya tertulis “kepada Delima”, Rocky menyatakan bahwa Delima dan keluarganya sangat syok dengan kejadian ini. Mereka pun memutuskan untuk membakar bangkai burung tersebut agar tidak menghantui mereka.

Bentuk Teror yang Terencana

Rocky menduga pengiriman paket ini merupakan upaya teror dari pihak-pihak tertentu yang ingin membungkam suara-suara penentang TPL. “Delima adalah aktivis yang telah lama menentang keberadaan perusahaan ini,” tambahnya.

Ia menekankan bahwa tindakan ini adalah simbolik, di mana burung melambangkan kebebasan. “Ini seperti pesan bahwa kebebasanmu akan saya rampas,” ujarnya.

Peristiwa ini semakin mencolok setelah aksi demonstrasi yang dilakukan oleh sekelompok buruh PT TPL yang meminta agar Delima dan rekan-rekannya ditangkap. “Ini adalah rangkaian yang tidak bisa dipisahkan dari upaya intimidasi terhadap kami,” tegas Rocky.

Kontroversi PT TPL

Rocky menambahkan bahwa PT TPL telah lama menuai kontroversi terkait dampak lingkungan dan perampasan tanah. “Perusahaan ini telah beroperasi sejak tahun 80-an dan terus melakukan pelanggaran hukum,” katanya.

Menanggapi desakan untuk menutup TPL, Corporate Communication Head TPL, Salomo Sitohang, menyatakan bahwa perusahaan telah berkomitmen untuk membangun komunikasi dengan masyarakat selama lebih dari 30 tahun. “Kami telah melakukan berbagai dialog dan program kemitraan,” ujarnya, sambil menolak tuduhan bahwa TPL menyebabkan bencana ekologi.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *