Aksi Kontroversial Bupati Lombok Timur Viral di Media Sosial
Bupati Lombok Timur, Haerul Warisin, yang akrab disapa Bupati Iron, baru-baru ini menjadi sorotan publik setelah mengusir boatman asal Lombok Tengah di kawasan Teluk Ekas Buana, Desa Jerowaru. Tindakan ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk DPR RI dan pelaku pariwisata lokal.
Dalam sebuah video berdurasi 2 menit 8 detik yang diunggah oleh akun Facebook @Damarwulan Damar, terlihat Bupati Iron mendatangi boatman dan wisatawan mancanegara yang sedang berada di Teluk Ekas. Ia melarang boatman untuk membawa tamu berselancar di wilayah tersebut jika wisatawan tidak menginap di kawasan Jerowaru. “Kamu dari Lombok Tengah ya, kenapa kamu parkir di sini? Mana tamumu? Bawa tamumu pulang sana. Bawa pulang, nggak boleh ke sini. Berangkat sana, jalan,” tegas Warisin dalam video tersebut.
Pernyataan serupa juga disampaikan Bupati dalam bahasa Sasak kepada boatman lainnya, menekankan agar mereka tidak membawa wisatawan ke Teluk Ekas jika tidak menginap di Jerowaru. Sebelumnya, Bupati Iron mengadakan rapat koordinasi dengan pelaku wisata di Jerowaru, di mana salah satu keluhan yang muncul adalah rendahnya okupansi penginapan di kawasan tersebut.
Ahmad Zainudin, Manajer Resort Heaven on the Planet Jerowaru, mengungkapkan, “Tamu di sini selalu ramai untuk berselancar, tapi di tempat kami selalu sepi menginap.” Ia menambahkan bahwa meskipun Teluk Ekas memiliki spot surfing yang menarik, banyak tamu yang enggan menginap karena merasa tidak nyaman dan sering mengalami diskriminasi dari pemandu asal Lombok Tengah.
Anggota DPR RI Dapil NTB II, Muazzim Akbar, juga menyesalkan tindakan Bupati Iron. “Saya sudah melihat video itu viral di media sosial. Paling tidak ada semacam koordinasi lah. Karena kita satu tim di NTB ini memajukan pariwisata,” ujarnya. Ia menekankan pentingnya komunikasi yang baik dalam menyelesaikan masalah terkait tamu yang tidak menginap.
Ketua Sahabat Pariwisata Nusantara (Sapana) Lombok, Rudy, turut mengecam tindakan Bupati Iron. Ia berpendapat bahwa pengusiran boatman justru mencoreng citra pariwisata NTB. “Dia tidak paham konsep pariwisata. Bagaimana wisatawan mau menginap di Lombok Timur kalau sarana dan fasilitas tidak dibangun,” tegas Rudy.
Rudy menambahkan bahwa penyelesaian konflik seharusnya dilakukan secara tertutup, bukan dengan mempermalukan di depan wisatawan. “Kami mendesak agar bupati meminta maaf kepada pihak yang dirugikan. Ini bisa memperburuk citra pariwisata,” ujarnya. Ia juga mencatat bahwa sebagian besar wisatawan yang berselancar di Pantai Ekas atau mendaki Gunung Rinjani lebih memilih menginap di Kota Mataram, Lombok Tengah, atau kawasan Tiga Gili di Lombok Utara.