Fenomena Blind Box: Antara Kesenangan dan Kecanduan
Blind box kini lebih dari sekadar mainan lucu—fenomena global ini berhasil menarik minat anak muda dari China hingga Asia Tenggara dengan konsep penuh kejutan: kotak berisi mainan, kartu, atau figur karakter yang membuat siapa saja ingin membuka berulang kali demi memperoleh item langka favorit.
Tapi di balik keseruan itu, ada sisi gelap yang mengintai. Banyak pembeli terjebak dalam pola belanja impulsif yang tak terkendali, menghabiskan ratusan bahkan ribuan yuan demi melengkapi koleksi. Pemerintah China pun mulai mengambil langkah tegas untuk menangani masalah ini, terutama menjelang musim liburan yang kerap memicu pembelian berlebihan.
Ketergantungan yang Serupa dengan Judi
Ketidakpastian isi dalam blind box menciptakan sensasi ‘kejutan’ yang menggoda dan bikin ketagihan. Seperti berjudi, pembeli terus mencoba peruntungan demi mendapatkan barang langka. Hal ini bisa mengorbankan kesehatan mental dan finansial, terlebih bagi anak dan remaja yang masih sulit mengendalikan diri.
Menurut Profesor Yang Fuwei dari Southwest University, strategi pemasaran ini memanfaatkan lemahnya kontrol diri anak-anak, bertentangan dengan prinsip perlindungan anak yang mengutamakan kesehatan fisik dan mental mereka.
Upaya Pengendalian dan Perlindungan Anak
Untuk mengurangi dampak negatif, pemerintah memberlakukan aturan pembelian ketat, seperti larangan bagi anak di bawah 8 tahun dan keharusan izin orang tua bagi yang lebih tua. Namun, kepatuhan para pedagang dan platform masih menjadi tantangan besar.
Solusi yang diajukan meliputi verifikasi berlapis pada platform belanja online, mulai dari autentikasi nama asli, pengenalan wajah, hingga persetujuan orang tua. Di toko fisik, juga dianjurkan untuk menyediakan area khusus anak serta mengenakan denda bagi pelanggar aturan.
Selain itu, langkah serupa telah diterapkan pada game online untuk memerangi kecanduan digital, menunjukkan bahwa fenomena blind box menjadi perhatian serius dalam melindungi generasi muda.