Dampak Pajak Terhadap Pendapatan Pedagang Online di Tarakan: Apa yang Perlu Diketahui?

Dampak Pajak Terhadap Pendapatan Pedagang Online di Tarakan: Apa yang Perlu Diketahui?

Rencana Pemungutan Pajak Penghasilan untuk Pedagang Online

Rencana pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 0,5% dari pedagang online di platform e-commerce besar telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku usaha, termasuk di Tarakan, Kalimantan Utara. Fina, seorang pedagang online di TikTok yang telah berjualan makanan olahan homemade sejak 2017, mengungkapkan kekhawatirannya. Ia berpendapat bahwa penarikan pajak ini akan meningkatkan harga jual dan berpotensi mempengaruhi omzet, terutama karena daya beli masyarakat yang berisiko menurun.

“Pedagang yang lemah modal dan kurang pandai beriklan tentu akan teriak, bisa jadi gulung tikar. Turunnya omzet karena pelanggan berkurang, kami harus kuat-kuatan kasih promo atau harga tetap tapi ukuran dikecilkan,” ujarnya.

Fina menekankan bahwa pedagang kecil seperti dirinya akan lebih merasakan dampak dibandingkan pedagang besar yang sudah memiliki nama dan pelanggan tetap. Meskipun demikian, ia juga mencatat adanya potensi dampak positif bagi negara dari kebijakan ini, seperti peningkatan penerimaan pajak. “Dampak positifnya ya buat negara, entah di mana untungnya buat pedagang,” tambahnya.

Untuk bertahan, Fina mengaku harus lebih gencar dalam promosi, meningkatkan pelayanan, memperbaiki kualitas produk, dan mencari inovasi baru agar tetap menarik bagi masyarakat. “Otomatis jam usaha lebih panjang. Yang tadinya jualan pagi sampai sore, mungkin sampai malam,” keluhnya.

Fina berharap agar tarif pajak tidak terlalu tinggi dan tidak membebani pedagang kecil. Ia juga mencatat bahwa minat pembeli kini mulai menurun akibat maraknya konten resep di media sosial. Ia pun berpesan kepada pemerintah agar mempertimbangkan dampak kebijakan ini terhadap pedagang kecil. “Kami cuma ingin usaha tetap jalan, bisa bayar karyawan, dan pelanggan tidak kabur,” tutupnya.

Pendapat dari Forum Komunikasi UMKM Kalimantan Utara

Sementara itu, Ketua Forum Komunikasi UMKM Kalimantan Utara (Fokutara), Suri Trisnawati, menyatakan bahwa jika dilihat dari pendapatan, rencana aturan ini mungkin kurang relevan untuk UMKM di Kaltara. “Sejauh ini, belum ada UMKM di Kaltara dengan omzet mencapai Rp 4,8 miliar dari e-commerce,” ujarnya.

Ia menilai kebijakan ini lebih cocok diterapkan di Pulau Jawa, di mana pendapatan pedagang online jauh lebih besar. Suri juga menyoroti beban tambahan bagi pedagang online, yang sudah harus membayar biaya iklan di platform e-commerce. “Pajak ini pasti berimbas dan terasa berat karena ada potongan dari platform itu sendiri,” katanya.

Namun, ia belum bisa memberikan komentar pasti mengenai dampak kebijakan ini karena belum diterapkan. Menurutnya, jika ada UMKM di Kaltara yang terkena pajak, itu justru menunjukkan perekonomian daerah yang cukup pesat. “Tapi karena belum mencapai angka tersebut, diperlukan dorongan lebih untuk menjadi tolak ukur perekonomian di Kaltara,” pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sedang finalisasi aturan terkait pemotongan pajak penghasilan (PPh) bagi pedagang di toko online. Dalam hal ini, penyedia platform e-commerce ditunjuk sebagai pemungut pajak. Pemerintah berencana mewajibkan platform e-commerce untuk memungut pajak sebesar 0,5% dari pendapatan penjual, dengan kriteria pedagang yang dikenakan pajak adalah mereka yang memiliki omzet antara Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar per tahun.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *