“Ah sepi, Jang… Lesu,” keluh Jajang, pedagang rujak ulek, saat bercerita dengan kami di Situ Bagendit, Kabupaten Garut, pada Minggu, 13 Juli 2025. Dalam obrolan itu, Jajang membagikan perjuangannya mencari rezeki untuk anak dan istri melalui jualan rujak ulek, yang di Jawa Barat dikenal sebagai rujak bebek. Di momen libur panjang ini, Jajang merasakan sepinya pembeli. Tidak seperti liburan sebelumnya, kali ini suara ulekan rujak Jajang jarang terdengar.
Bagi Jajang, libur panjang adalah waktu yang dinanti, saat rezeki biasanya mengalir deras beriringan dengan ramainya pengunjung di Situ Bagendit. “Biasanya, bahan segini bisa habis dalam sehari. Tapi sekarang, kotak penuh ini bisa bertahan selama 3-4 hari,” ucap Jajang sembari menunjukkan kotak berisi buah-buahan yang masih utuh.
Jajang hanya satu dari ratusan pedagang yang berjibaku mencari rezeki dari kunjungan wisatawan. Senada dengan Jajang, seorang pedagang agar-agar juga merasakannya: “Sepi seperti ini. Wisatawan ada, tapi yang beli jarang sekali.” Sepinya Situ Bagendit dapat terlihat jelas dari aktivitas danau. Jika biasanya dipenuhi perahu kayu, kini rakit-rakit terpantau bersandar di pinggiran.
Beberapa pengelola rakit pun terpaksa mencari cara lain, menawarkan jasa door-to-door kepada pengunjung yang lalu-lalang. Keadaan sepi ini bukan hal baru; beberapa pedagang mengungkapkan bahwa ini disebabkan oleh berbagai faktor. “Banyak yang tidak mau naik rakit karena kondisi danaunya kotor. Eceng gondok dan teratai memenuhi permukaan air,” ujar seorang pedagang.
Dari tampilan fisik, fasilitas yang ada di Situ Bagendit juga terlihat kurang terawat dibandingkan sebelumnya. Banyak yang berpendapat bahwa daya tarik Situ Bagendit mulai memudar dibandingkan tempat wisata lain di Garut. Meski pengunjung tampak menggunakan fasilitas umum, banyak yang memilih untuk bersantap bersama dengan menyewa tikar sambil menikmati suasana.
Dengan tiket masuk Rp 15 ribu per orang, apakah Situ Bagendit masih layak untuk dikunjungi? Hal ini jelas menjadi keprihatinan bagi tempat yang memiliki sejarah panjang. Dulu, Situ Bagendit adalah primadona, tak hanya bagi wisatawan lokal, tetapi juga mancanegara. Banyak koran Belanda di masa lalu mengulas keindahan dan daya tariknya.
Danau Bagendit, yang terletak di Distrik Tarogong, dulunya menyedot perhatian banyak orang, termasuk Archduke Franz Ferdinand, pewaris takhta kerajaan Austria-Hongaria, yang berkunjung pada tahun 1893. “Dia datang untuk mengunjungi Gunung Papandayan dan Situ Bagendit,” jelas Warjita, seorang sejarawan asal Garut.