Kekayaan Kuliner Jakarta: Gabus Pucung yang Mulai Langka
Jakarta, sebagai ibu kota Indonesia, memiliki beragam makanan khas yang mencerminkan kekayaan budaya dan tradisi lokal. Salah satu hidangan yang patut dibanggakan adalah gabus pucung. Namun, sayangnya, hidangan ini kini semakin sulit ditemukan.
Menjelang perayaan HUT ke-498 Kota Jakarta, mari kita kilas balik ke ragam kuliner yang menjadi identitas kota ini. Betawi, suku asli Jakarta, memiliki kekayaan kuliner yang unik, termasuk gabus pucung yang sering menjadi kebanggaan. Dulu, hidangan ini mudah dijumpai, tetapi kini keberadaannya semakin langka.
Menurut informasi dari RRI (24/10/24), gabus pucung dahulu sering disajikan karena banyaknya ikan gabus yang dapat ditemukan di rawa-rawa sekitar Jakarta. Ikan ini menjadi sumber protein yang terjangkau bagi masyarakat. Nama ‘pucung’ sendiri berasal dari rempah yang digunakan untuk membuat kuahnya berwarna hitam pekat, yang di daerah Jawa lainnya dikenal sebagai keluak.
Penyajian gabus pucung tidak hanya sekadar memasak ikan gabus dalam kuah. Berdasarkan informasi dari Good News From Indonesia (47/21), ada dua cara penyajian yang umum: ikan gabus dapat digoreng hingga kering atau dioven sebelum dimasukkan ke dalam kuah pucung. Ikan gabus memiliki tekstur daging yang lembut, sehingga tidak bisa langsung direbus dalam kuah.
Sayangnya, saat ini gabus pucung semakin sulit ditemukan di restoran-restoran khas Betawi. Salah satu penyebabnya adalah semakin langkanya pasokan ikan gabus berkualitas yang menjadi bahan utama hidangan ini. Selain itu, pelestarian resep asli masakan Betawi juga kurang diperhatikan, sehingga generasi penerus tidak banyak yang memahami cara menyajikan gabus pucung.
Jika dibandingkan dengan kerak telor, yang juga merupakan makanan khas Betawi, gabus pucung bisa dibilang sebagai hidangan yang langka. Sudah sepatutnya masyarakat lokal berupaya mempertahankan dan melestarikan kekayaan budaya kuliner mereka agar tidak hilang ditelan waktu.