Massive Villas Development on Pulau Padar Sparks Controversy and Questions about Tourism Authority

Massive Villas Development on Pulau Padar Sparks Controversy and Questions about Tourism Authority

Di wilayah Taman Nasional Komodo, Pulau Padar akan menjadi lokasi pembangunan ratusan vila dan berbagai fasilitas pendukung, sebuah langkah yang menuai kritik dari para pengamat pariwisata dan konservasi. Profesor Azril Azhari, seorang pakar kebijakan publik pariwisata, menyatakan bahwa rencana ini menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam menegakkan prinsip konservasi dan keberlanjutan. Ia menegaskan, “Kalau kita berbicara tentang taman nasional, seharusnya tidak ada pembangunan yang mengganggu ekosistem. Apalagi memanfaatkan kawasan yang diakui UNESCO sebagai habitat endemik langka, seperti komodo.”

Azril menyoroti bahwa pembangunan besar-besaran di kawasan konservasi bisa menyerang keseimbangan ekosistem, terutama karena keberadaan hewan endemik yang saat ini hanya tersebar di beberapa pulau utama. Ia menegaskan bahwa kawasan taman nasional harus steril dari pembangunan dan aktivitas manusia yang berlebihan. “Sudah seharusnya taman tersebut dilindungi dari pembangunan fisik, karena itu bisa mematikan populasi hewan langka tersebut,” ujarnya.

Izin pembangunan yang diberikan kepada PT Komodo Wildlife Ecotourism (PT KWE) sejak 2014 menjadi pusat perhatian. Izin tersebut, dikeluarkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan saat itu, Siti Nurbaya, melalui SK Nomor SK.796/Menhut-I/2014, memberi hak usaha kecil di kawasan seluas 274,13 hektare—sekitar 19,5% dari total Pulau Padar—dengan masa berlaku hingga 55 tahun. Pembangunan tahap pertama dimulai pada 2020.

Azril sangat kecewa dengan terlambatnya penyusunan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), padahal izin pembangunan telah dikeluarkan lebih dari satu dekade lalu. Ia menekankan bahwa AMDAL adalah prasyarat utama sebelum memulai konstruksi, dan keraguannya terhadap pengelolaan risiko terhadap lingkungan menjadi kekhawatiran utama. “Kalau AMDAL-nya saja terlambat, bagaimana kita yakin bahwa pembangunan ini tidak akan merusak ekosistem,” katanya.

Data terbaru menunjukkan jumlah komodo yang masih hidup di Taman Nasional Komodo sekitar 3.396 ekor, tersebar di lima pulau utama, dengan populasi terbesar di Pulau Komodo dan Rinca. Pulau Padar sendiri hanya dihuni oleh puluhan ekor dan merupakan habitat penting yang dilindungi. Azril menegaskan, “Idealnya, kawasan yang dihuni komodo tidak boleh ada manusia yang menetap di sana, apalagi dibangun infrastruktur besar.”

Mengambil pelajaran dari kontroversi UNESCO terkait Geopark Danau Toba—yang mendapat kartu kuning karena dianggap tidak mampu menjaga keberlanjutan—Azril mempertanyakan posisi Taman Nasional Komodo. “Komodo merupakan satwa langka dan satu-satunya di dunia, sehingga harus dijaga sepenuh hati. Kalau pembangunan besar-besaran dilakukan, kemungkinan besar mendapatkan peringatan dari UNESCO, bahkan bisa berujung pada degradasi statusnya,” katanya.

Pakar ini menyarankan agar pemerintah melakukan kajian ilmiah menyeluruh terhadap dampak pembangunan dan melibatkan para ahli lingkungan. Ia menegaskan bahwa transformasi pariwisata harus berlandaskan ekosistem dan prinsip keberlanjutan yang jelas. “Membangun di kawasan konservasi harus didasarkan pada data ilmiah, bukan sekadar keinginan ekonomi sesaat. Kenapa Menteri Pariwisata dan Wakilnya diam saja?” sambungnya.

Menanggapi kekhawatiran ini, Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, menyatakan bahwa pembangunan di Pulau Padar harus berjalan dengan memperhatikan ekologi dan habitat komodo. Ia memastikan, setiap proyek harus melalui proses penilaian ketat oleh berbagai pihak, termasuk UNESCO, dan tidak boleh merusak ekosistem alami. “Kami akan pastikan pembangunan tidak mengorbankan lingkungan dan habitat satwa langka kita,” katanya.

Namun, Azril tidak merasa puas. Ia mempertanyakan lagi keilmiahan dari pernyataan tersebut dan mengingatkan bahwa setiap konstruksi, pada dasarnya, akan berdampak pada lingkungan. Ia berharap Presiden Prabowo dapat mengesampingkan rencana pembangunan ini demi menjaga keaslian dan keberlanjutan taman nasional. “Kami mohon agar pemerintah dan presiden melindungi Pulau Padar dari pembangunan yang bisa merusak warisan alam Indonesia yang sangat berharga ini,” pungkasnya.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *