Mie Kopyok Pak Dhuwur: Sajian Legendaris Semarang yang Tak Pernah Pudar

Mie Kopyok Pak Dhuwur: Sajian Legendaris Semarang yang Tak Pernah Pudar

Kuliner Khas Semarang: Mi Kopyok

Kota Semarang menyuguhkan berbagai kuliner khas yang patut dicicipi, salah satunya adalah mi kopyok. Hidangan ini sudah menjadi favorit warga sejak tahun 1970-an dan menjadi langganan bagi banyak pejabat lokal. Bayangkan, pemandangan asap mengepul dari panci besar saat seorang pria terampil menuangkan mi kuning dan tauge ke dalam mangkuk. Di Mie Kopyok Pak Dhuwur yang terletak di Jalan Tanjung, No 18 A, Kelurahan Pandansari, suasana ramai dan sederhana selalu menggugah selera.

“Kebetulan habis olahraga, jadi mampir ke Mie Kopyok Pak Dhuwur,” ujar Fatimah (32), seorang pengunjung setia, mencatat mengapa ia memilih mi kopyok untuk sarapan. “Mau pilih mi kopyok tanpa lontong.” Dengan perasaan hangat dan ringan, menu ini menjadi favorit keluarga kecilnya.

Andi (29), pengunjung asal Surabaya, mencicipi mi kopyok untuk pertama kali berdasarkan rekomendasi teman kantornya. “So far enak, kayaknya pernah makan ini sebelumnya, tapi gak tahu kalau namanya mi kopyok,” ungkapnya, sementara ia baru saja berbincang menemukan tempat strategis untuk mengisi perut setelah berolahraga di Simpang Lima.

Narno (45), generasi kedua yang meneruskan perjuangan keluarganya, melayani pelanggan dengan ramah. Ia menjelaskan bagaimana mendiang ayahnya, Harso Dinomo, yang dikenal dengan postur tinggi, memulai usaha ini. “Dulu sejak 1970, Bapak keliling bawa pikulan,” kata Narno, mengisahkan perjalanan usaha mereka.

Di dalam warung, aroma kuah bawang yang khas bersatu dengan seledri dan kecap Semarang menguar, menciptakan daya tarik tak terelakkan. Makanan ini terdiri dari mi kuning basah, lontong, tauge, tahu pong, kerupuk gendar, dan kuah gurih yang menyegarkan, ditambah sambal kacang untuk memberikan sentuhan rasa yang lebih menggigit.

Harga mi kopyok yang terjangkau, hanya Rp 15.000 per porsi, ditambah lokasi yang strategis, menjadikannya pilihan tepat untuk semua kalangan. Warung ini bisa menghabiskan hingga 200 porsi per hari, terutama di akhir pekan ketika banyak pengunjung dari luar kota datang. “Mi kopyok hanya ada di Semarang, di kota lain mungkin ada yang mirip, tetapi namanya bukan mi kopyok,” tambah Narno dengan harapan kuliner ini tetap dikenal sebagai makanan otentik Semarang yang tak tergeser oleh tren luar negeri.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *