MU Berpeluang Pecahkan Rekor 88 Tahun Musim Depan

MU Berpeluang Pecahkan Rekor 88 Tahun Musim Depan

Sejarah panjang Manchester United selalu identik dengan keberhasilan mengintegrasikan pemain akademi ke dalam skuad utama. Lebih dari delapan dekade, klub ini rutin menempatkan setidaknya satu jebolan akademi di starting eleven setiap pertandingan, sebuah keunikan yang membanggakan dan tak dimiliki rival lainnya di Inggris. Sejak Oktober 1937, MU telah tampil dalam 4.321 laga tanpa pernah mengabaikan keberadaan pemain muda dari akademi—rekor yang menunjukkan komitmen terhadap pembangunan generasi baru.

Prestasi ini bukan hanya soal konsistensi di lapangan, tetapi juga cerminan dari filosofi klub dalam menumbuhkan bakat lokal dan mempertahankan identitas. Selama perjalanan panjang tersebut, MU meraih 44 trofi, termasuk 18 dari 20 gelar Liga Inggris—dengan dua gelar sebelumnya didapatkan sebelum era kompetisi yang kita kenal saat ini.

Namun, ancaman terhadap tradisi ini mulai terlihat di musim depan. Beberapa lulusan akademi yang pernah memperkuat tim utama sudah meninggalkan klub, seperti Marcus Rashford yang pindah ke Barcelona, dan Jonny Evans yang pensiun. Banyak lainnya, seperti Scott Mctominay, Mason Greenwood, dan Brandon Williams, sudah hengkang secara permanen sejak 2024. Sementara Alejandro Garnacho masih ada, tapi tak lagi masuk dalam rencana manajer baru, Ruben Amorim.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar: apa yang akan terjadi jika pemain andalan seperti Kobbie Mainoo, yang musim lalu absen 17 laga karena cedera, harus kembali absen? Peserta pramusim dari akademi MU, termasuk Toby Collyer dan Ethan Williams, telah diberi kesempatan tampil, tetapi peluang mereka untuk menembus skuad utama tetap kecil karena kemungkinan besar akan dipinjamkan atau dikembalikan ke akademi.

Bagi sebagian penggemar, rekor ini bukan sekadar angka—melainkan simbol kebanggaan dan identitas klub yang menjunjung tradisi. Seorang penggemar MU, Tony Park, mengungkapkan pendapatnya: “Menjual McTominay adalah kesalahan. Rashford dan Williams tidak ditangani dengan baik, dan Garnacho hanya ingin bermain menyerang. Tidak ada pemain muda yang benar-benar menonjol saat ini, dan sistemnya sangat monoton.”

Ia juga menekankan bahwa keberhasilan memasukkan pemain muda dan memenangkan trofi selama proses tersebut telah menjadi bagian dari DNA MU sejak era Walter Crickmer, Matt Busby, dan Sir Alex Ferguson. Bagaimanapun, zaman berubah, dan Park mengaku akan merasa pahit jika tradisi ini berakhir—namun juga menyadari pentingnya meritokrasi, di mana pemain harus berjuang keras untuk mendapatkan tempat.

“Setiap manajer harus memberikan peluang, tetapi di akhirnya, keberhasilan dan kualitas pemainlah yang menentukan,” ujar Park. “Jika pemain muda tidak cukup bagus, itu kesalahan manajemen. Tapi kalau sudah begitu, berarti memang ada yang perlu diperbaiki.”

Di tengah prospek ini, satu hal yang pasti: menjaga keberlanjutan tradisi ini adalah upaya kolektif yang menuntut kualitas, kerja keras, dan kepercayaan dari semua pihak yang terlibat.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *