Pacu Jalur Mendunia: A Hidden Gem Waiting to be Explored by Kemenpar

Pacu Jalur Mendunia: A Hidden Gem Waiting to be Explored by Kemenpar

Fenomena Pacu Jalur, dengan aura farming yang sedang viral di media sosial dan platform global, ibarat sebuah harta karun yang menunggu untuk digali. Kementerian Pariwisata memiliki pilihan: ‘mengeruk’ potensi ini atau membiarkan bajak laut lain menjadikannya milik mereka. Dalam ajang MotoGP Jerman yang berlangsung di Sirkuit Sachsenring pada Minggu (13/7/2025) malam WIB, pembalap Spanyol Marc Marquez tidak hanya mengendarai motor Desmosedici GP25 dan mengangkat tangannya, tetapi juga menari mengikuti gaya viral Rayyan Arkan Dikha, si anak coki dari tepi perahu pacu jalur di Sungai Kuantan, Riau. Marquez bukanlah yang pertama; para pesepakbola dari PSG dan AC Milan serta sejumlah selebriti lainnya ikut menirukan tindakan unik Dikha, tampak beraksi sendirian maupun bersama teman-teman yang seolah mengendalikan dayung mereka.

Melly Mike, penyanyi asal Amerika Serikat dan pengisi lagu “Young Black and Rich,” kabarnya akan hadir langsung untuk menyaksikan Festival Pacu Jalur tahun ini. Bahkan, dia dirumorkan bakal manggung di acara penutupan festival tersebut. Mereka semua terpukau oleh kepercayaan diri Dikha yang mempertunjukkan tarian tradisional sambil memikat perhatian penonton. Pacu Jalur adalah lebih dari sekadar perlombaan perahu biasa; ini adalah simbol kebudayaan Riau yang menampilkan semangat kolektif masyarakat Kuantan Singingi. Sekitar 40-50 orang bekerja sama untuk menyeberangi jalur perlombaan, menggunakan perahu kayu utuh yang terbuat dari jenis meranti, mersawa, banio, atau kuras, dengan panjang mencapai 25-30 meter.

Ketenaran Dikha dan keajaiban Pacu Jalur seolah menjadi lotre kebudayaan yang datang tepat pada waktunya. Festival Pacu Jalur, yang menjadi ajang unjuk kebolehan para pendayung dan penyanyi di Riau, akan digelar pada 21-24 Agustus di Tepian Narosa, Sungai Kuantan, Teluk Kuantan. Hanya tim terbaik dari masing-masing rayon yang diizinkan untuk berkompetisi di event ini. Pacu Jalur menghadirkan keunikan tersendiri; bukan hanya sekadar lomba, namun juga sebagai upaya pelestarian budaya yang telah ada sejak lama. Proses seleksi ketat telah berlangsung berbulan-bulan untuk mendapatkan tiket menuju ajang provinsi sekaligus menjaga harta karun budaya.

Keberadaan potensi budaya ini patut disadari oleh Kementerian Pariwisata. Sudah saatnya mereka mengambil langkah untuk mempromosikan event ini. Di tengah sejumlah tantangan yang dihadapi sektor pariwisata Indonesia, seperti penurunan peringkat dalam Global Muslim Travel Index (GMTI) 2025 dan isu-isu keamanan wisata, Festival Pacu Jalur bisa menjadi solusi. Last year, setelah kehilangan posisi puncak di GMTI, Indonesia kini berada di posisi kelima. Kasus tragis yang menimpa wisatawan Brasil, Juliana Marins, di Gunung Rinjani juga menunjukkan perlunya peningkatan dalam aspek keselamatan wisata.

Popularitas Dikha dan Pacu Jalur menarik perhatian dunia, yang berpotensi untuk membalikkan citra negatif terkait pariwisata Indonesia. Namun, tidak ada figur publik yang mampu menyuarakan hal ini dengan tulus. Agam Rinjani, seorang rescuer, berhasil mengubah opini publik melalui komunikasi yang penuh empati saat evakuasi Juliana. Di sisi lain, Pacu Jalur tidak mendapatkan perhatian yang sama dari pemerintah untuk dijadikan momentum positif. Kementerian Pariwisata harus memanfaatkan peluang ini untuk meningkatkan citra wisata dan memperbaiki program-program yang ada.

Pacu Jalur bukan sekadar ajang lomba; ini adalah harta karun yang menjanjikan kontribusi besar terhadap pembangunan berkelanjutan. Dari festival ini, ada potensi untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDGs), seperti peningkatan lapangan kerja dan pembangunan kota yang berkelanjutan. Jika dikelola dengan baik, Festival Pacu Jalur dapat menghidupkan ekonomi lokal, memperbaiki infrastruktur, dan melestarikan warisan budaya yang ada.

Seharusnya, Pacu Jalur bisa menjadi perhelatan budaya yang mendunia dengan dukungan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Saat ini, belum ada kabar dukungan transportasi untuk memudahkan akses wisatawan menuju festival. Kementerian Pariwisata perlu melibatkan media internasional untuk mempromosikan acara ini secara lebih efektif.

Dalam konteks ini, penting untuk mengedukasi masyarakat tentang nilai budaya yang bisa memberikan kontribusi signifikan. Untuk itu, tidak adil jika hanya mengandalkan popularitas Dikha semata. Diperlukan sosok-sosok yang dapat berkomunikasi dengan tulus, menjadikan Pacu Jalur sebagai budaya yang hidup dan berkelanjutan, bukan sekadar tren sesaat. Dengan memanfaatkan potensi yang ada, kita bisa memastikan bahwa harta karun ini tidak akan lepas begitu saja dari genggaman tangan kita.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *