Tubuhnya yang renta dan langkahnya yang lemah, dengan rambut putih yang menunjukkan usia, adalah gambaran seorang ibu tua yang penuh kisah. Namun, luka terdalam yang dialami Nortaji bukanlah hasil dari usia, melainkan dari tangan anak kandungnya sendiri. Sebuah video berdurasi dua menit mengejutkan warga Kabupaten Probolinggo. Dalam rekaman tersebut, seorang perempuan tua diserang oleh putrinya, didorong hingga terjatuh tanpa sehelai kain pun menutupi tubuhnya. Setelah insiden itu, sang ibu ditemukan tergeletak di pinggir jalan, hanya ditemani tongkat kayu penopang raganya yang mulai rapuh.
Perempuan tua tersebut adalah Nortaji, warga Dusun Talang, Desa Jambangan, Kecamatan Besuk, Kabupaten Probolinggo. Musrika, sang putri, adalah sosok yang dalam video tersebut mengusir dan menyerangnya. Cerita memilukan ini baru viral sebulan setelah kejadian, tetapi jejak luka dan penghinaan yang dialami Nortaji masih membekas dalam ingatan. Kini ia tinggal di panti jompo di Kota Malang setelah dijemput petugas dengan izin resmi dari pemerintah desa dan anaknya. “Kejadiannya baru viral sekarang, padahal sudah sebulan yang lalu. Saat ini Ibu Nortaji sudah berada di panti jompo setelah mendapat izin,” ujar Ahmad Nurhilman, seorang warga setempat.
Awalnya, video ini viral setelah petugas panti jompo dihubungi oleh tetangga Nortaji yang merasa simpati dengan nasibnya yang ditolak oleh sang anak. “Petugas panti jompo yang memviralkan setelah mendengar penganiayaan itu. Mereka langsung menjemput Ibu Nortaji saat mengetahui kondisi sebenarnya,” tambahnya. Yang paling menyedihkan adalah pernyataan Musrika saat diwawancarai oleh petugas panti jompo. “Ia secara terang-terangan mengaku tidak ingin bertemu lagi walau ibunya sudah tiada. Hanya bisa merasakan kepedihan melihatnya,” ungkap Ahmad lirih.
Pemerintah Desa Jambangan mengonfirmasi kebenaran kejadian ini. Edy, perangkat desa, menjelaskan bahwa pertengkaran dalam video adalah nyata dan mengaku bahwa Nortaji terkadang tidur di sembarang tempat saat mengantuk. Namun, pengusiran dan penganiayaan yang terjadi adalah fakta. “Ibu Nortaji bisa tidur di mana saja saat mengantuk, termasuk di pinggir jalan. Sebelum ditemukan, ia sedang mencari sesuatu dan tertidur di sana,” katanya. Edy menambahkan bahwa pihak desa telah berupaya melakukan mediasi, melibatkan Dinas Sosial Kabupaten Probolinggo, namun Musrika tetap menolak kehadiran ibunya. “Ibu Musrika bersikeras mengusir ibunya, tanpa peduli ke mana ibu Nortaji akan pergi,” tambahnya.
Diketahui bahwa Musrika adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Kakaknya yang pertama tinggal di Besuk, sementara anak kedua merantau ke Bali. Sebelum diusir, Nortaji tinggal bersama anak sulungnya, namun memutuskan kembali ke rumahnya di Jambangan karena kerinduan. “Ibu Musrika adalah anak bungsu. Setelah kembali dari anak sulungnya, ia merindukan rumahnya,” tutup Edy. Kesedihan dan kepedihan ini menggambarkan realitas yang sulit dan memanggil perhatian kita semua untuk berpikir lebih dalam tentang arti kasih sayang dan tanggung jawab keluarga.