Rasa senang dan sedih sering kali datang beriringan, terutama saat bisa menyaksikan idola langsung, tetapi terjebak dalam masalah tiket yang tak terjangkau. Hal ini mirip dengan pengalaman para promotor yang berusaha menggelar konser. Mereka mengeluarkan biaya tinggi, namun merasakan kebahagiaan saat nama dan relasi mereka semakin dikenal.
Tetapi, jalannya penyelenggaraan konser tidak selalu mulus. Biaya besar yang dikeluarkan oleh promotor terkadang terhambat oleh pungutan liar dari oknum-oknum nakal yang melakukan tindakan curang. Baru-baru ini, kami berkesempatan berbincang dengan Ravel Junardy, CEO Ravel Entertainment, untuk mendapatkan pandangannya tentang hal ini.
“Memang selalu ada biaya tak terduga dalam penyelenggaraan konser. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi promotor di Indonesia. Saya bilang bisnis ini memang berisiko tinggi,” kata Ravel.
Ia memiliki pandangan berbeda mengenai pungutan liar. Menurutnya, dalam proses perizinan, tidak selalu ada pungli yang terjadi. “Masalah perizinan tidak dapat langsung dikatakan ada pungli. Sering kali ini adalah hasil dari penilaian keramaian oleh pihak berwenang, yang memang rentan terhadap pungutan liar, tapi itu hanya dilakukan oleh segelintir oknum,” tambahnya.
Pemerintah sendiri telah memperkenalkan regulasi perizinan berbasis digital yang dikenal sebagai Perizinan Satu Pintu. Meskipun saat ini sistem ini belum sepenuhnya efektif, beberapa konser di Indonesia sudah menerapkan ini.
“Proses Perizinan Satu Pintu sudah berjalan, tetapi untuk konser internasional belum sepenuhnya dapat diterapkan. Setiap konser berbeda dari sisi venue, artis, dan penanganannya, sehingga penilaian harus dilakukan dengan cermat,” tutup Ravel.
Yang terpenting adalah proses penilaian yang matang agar semua pihak merasa nyaman dan aman dalam menyelenggarakan konser yang ditunggu-tunggu.