Penertiban Kawasan Pantai Sanglen oleh Keraton Jogja
Keraton Jogja, melalui Kawedanan Panitikismo, telah memulai langkah strategis untuk menertibkan kawasan Pantai Sanglen di Kemadang, Kapanewon Tanjungsari, Gunungkidul, DIY. Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X, menegaskan bahwa pemanfaatan tanah Sultan Ground (SG) harus mematuhi regulasi yang berlaku, termasuk melengkapi izin pemanfaatan.
“Status tanahnya apa dulu di situ, yang penting itu. Rata-rata pemanfaatan Sultan Ground juga tidak memiliki izin. Saya tidak tahu siapa yang mengizinkannya,” jelas Sultan saat ditemui di Kompleks Kepatihan, Kota Jogja.
Sultan menambahkan, “Pemahaman ilegal berarti tidak sah. Jika pihak pemilik tanah tidak setuju, itu sudah jelas. Sebenarnya, perangkat yang bersangkutan bisa menyelesaikan masalah ini.” Langkah penertiban ini bertujuan untuk memastikan bahwa pemanfaatan lahan Sultan Ground dan tanah Kalurahan sesuai dengan regulasi yang ada.
Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Suryo Satriyanto, Penghageng II Kawedanan Panitikismo, menjelaskan bahwa kawasan yang akan ditertibkan mencakup dua jenis lahan: Tanah Kasultanan atau Sultan Ground (SG) dan Tanah Kalurahan. Untuk SG, surat palilah telah diterbitkan kepada PT Biru Bianti Indonesia sejak 2022 dan diperpanjang pada 2024. Sementara itu, Tanah Kalurahan telah diterbitkan SK Gubernur DIY No. 72/IZ/2025 pada 14 Mei 2025, yang memberikan izin kepada Kalurahan Kemadang untuk menyewakan lahan seluas 30.000 meter persegi kepada investor yang sama.
Paguyuban Sanglen Berdaulat saat ini menggunakan tanah tersebut tanpa izin dari Keraton Jogja, dan sebagian besar anggotanya diduga bukan warga asli Sanglen. Namun, warga Sanglen yang menempati tanah itu akan dijamin untuk dilibatkan dalam pembangunan pariwisata. “Siapa pun yang hendak memakai tanah Kasultanan maupun tanah Kalurahan, selesaikan dahulu administrasinya. Kami ingin pembangunan berjalan tertib dan berpihak pada kesejahteraan masyarakat,” tegas Kanjeng Suryo.
Terkait tahapan penertiban, Keraton mengirimkan surat imbauan pengosongan. Jika tidak diindahkan, akan diterbitkan surat teguran. Apabila teguran tidak dipatuhi, tindakan lapangan akan dilakukan dengan melibatkan OPD terkait dan aparat penegak hukum.
Polemik di kawasan Pantai Sanglen muncul setelah rencana pembangunan tempat pariwisata eksklusif bernama Obelix oleh PT Biru Bianti Indonesia. Setelah rencana tersebut muncul, Paguyuban Sanglen Berdaulat berusaha untuk tetap bertahan di tanah itu. Kanjeng Suryo menjelaskan bahwa pada Juni 2022, Keraton menerbitkan Surat Palilah kepada PT Biru Bianti Indonesia sebagai pengelola resmi, dilengkapi dengan nota kesepahaman yang menjamin keterlibatan warga lokal dalam pengembangan kawasan wisata.
Namun, di akhir 2024, permohonan pemanfaatan kawasan oleh Paguyuban Sanglen Berdaulat ditolak, meskipun mereka memperluas pembangunan ilegal dari empat menjadi lebih dari lima puluh bangunan permanen maupun non-permanen. “Permintaan paguyuban tidak dapat kami penuhi karena lahan sudah memiliki izin resmi dan masuk dalam program penataan yang disepakati dengan kalurahan dan investor,” jelas Kanjeng Suryo.
Keraton Jogja juga mengadakan audiensi dengan Paguyuban Sanglen Berdaulat di Kantor Kalurahan Kemadang, namun paguyuban tidak hadir. “Mediasi yang dijadwalkan tidak dapat terlaksana karena pihak paguyuban tidak hadir. Forum kami ubah menjadi rapat koordinasi untuk membahas langkah-langkah penertiban,” tambah Kanjeng Suryo.
Perwakilan Paguyuban Sanglen Berdaulat, Rahmat, menyatakan bahwa ketidakhadiran mereka disebabkan oleh undangan yang mendadak. “Surat undangan yang bersifat dadakan bahkan tidak lebih dari 24 jam dari hari pelaksanaan. Kami ingin diadakan audiensi ulang dengan mengundang seluruh anggota Paguyuban tanpa terkecuali,” ungkapnya.