Pengadilan kembali melanjutkan sidang kasus sengketa Kebun Binatang Bandung, sebuah peristiwa yang penuh dinamika sejak pengelolaan berubah tangan pada Maret 2025. Di tengah persidangan terungkap fakta-fakta baru mengenai pengelolaan dan konflik internal yayasan yang mengelola taman satwa tersebut. Dua terdakwa, Sri dan Bisma Bratakoesoema, yang merupakan pengurus yayasan, menghadapi dakwaan atas kerugian negara mencapai Rp 24 miliar.
Persidangan menghadirkan saksi-saksi dari manajemen baru, yang sebelumnya sempat dipecat dan melaporkan sejumlah pengurus lama ke polisi. Meski sempat terlibat konflik dan upaya perdamaian dilakukan, keempat saksi—Tony Sumampau, John Sumampau, Dina Enggaringtyas, dan Keni Sultan—mengemban peran penting dalam pengelolaan kebun binatang sejak 2017. Mereka menceritakan tantangan keuangan dan administratif, termasuk pembayaran sewa lahan dan ketidaksesuaian laporan keuangan kepada pemerintah kota.
John Sumampau, salah satu saksi utama, mengungkapkan bahwa selama mengelola Bandung Zoo, mereka telah menyetor pajak hiburan lebih dari Rp 1 miliar dalam beberapa bulan terakhir, meski kemudian mereka diusir dari lokasi pengelolaan oleh pihak lain. Perselisihan internal dan konflik kepengurusan ini mencuatkan kerugian finansial yang besar dan duduk perkara hukum yang kompleks terkait penguasaan lahan dan mekanisme pembayaran sewa.
Dengan berbagai fakta yang terbuka di pengadilan, kasus ini menjadi cerminan rumitnya pengelolaan aset daerah yang melibatkan banyak pihak dan permasalahan hukum yang harus diselesaikan. Perkembangan ini tetap menarik untuk diikuti, menggambarkan betapa pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan institusi publik dan aset pemerintah.
—
Berikut isi body dalam format HTML:
Sidang Sengketa Kebun Binatang Bandung Kembali Disidangkan
Pengadilan kembali melanjutkan sidang kasus sengketa Kebun Binatang Bandung, sebuah peristiwa yang penuh dinamika sejak pengelolaan berubah tangan pada Maret 2025. Di tengah persidangan terungkap fakta-fakta baru mengenai pengelolaan dan konflik internal yayasan yang mengelola taman satwa tersebut. Dua terdakwa, Sri dan Bisma Bratakoesoema, yang merupakan pengurus yayasan, menghadapi dakwaan atas kerugian negara mencapai Rp 24 miliar.
Persidangan menghadirkan saksi-saksi dari manajemen baru, yang sebelumnya sempat dipecat dan melaporkan sejumlah pengurus lama ke polisi. Meski sempat terlibat konflik dan upaya perdamaian dilakukan, keempat saksi—Tony Sumampau, John Sumampau, Dina Enggaringtyas, dan Keni Sultan—mengemban peran penting dalam pengelolaan kebun binatang sejak 2017. Mereka menceritakan tantangan keuangan dan administratif, termasuk pembayaran sewa lahan dan ketidaksesuaian laporan keuangan kepada pemerintah kota.
John Sumampau, salah satu saksi utama, mengungkapkan bahwa selama mengelola Bandung Zoo, mereka telah menyetor pajak hiburan lebih dari Rp 1 miliar dalam beberapa bulan terakhir, meski kemudian mereka diusir dari lokasi pengelolaan oleh pihak lain. Perselisihan internal dan konflik kepengurusan ini mencuatkan kerugian finansial yang besar dan duduk perkara hukum yang kompleks terkait penguasaan lahan dan mekanisme pembayaran sewa.
Dengan berbagai fakta yang terbuka di pengadilan, kasus ini menjadi cerminan rumitnya pengelolaan aset daerah yang melibatkan banyak pihak dan permasalahan hukum yang harus diselesaikan. Perkembangan ini tetap menarik untuk diikuti, menggambarkan betapa pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan institusi publik dan aset pemerintah.