Para pekerja pariwisata di Jawa Barat menggelar demonstrasi masif di Gedung Sate pada Senin (21/7). Mereka menyerukan Gubernur Dedi Mulyadi untuk mencabut larangan mengenai study tour, yang dianggap telah mematikan sumber pendapatan mereka. Ketegangan demonstrasi meningkat menjelang sore harinya. Ketika tuntutan mereka diabaikan, para pekerja pariwisata memilih untuk menutup akses Flyover Mochtar Kusumaatmadja, yang mengakibatkan kemacetan panjang.
Namun, Dedi Mulyadi tetap pada pendiriannya. Melalui akun Instagramnya, politikus Gerindra ini bersikeras dengan keputusan melarang study tour, mengklaim bahwa larangan tersebut ditujukan khusus untuk kegiatan study tour.
“Mereka mendesak saya untuk mencabut SK larangan study tour. Yang protes itu adalah kegiatan pariwisata. SK saya adalah mengenai study tour. Yang dilarang itu adalah kegiatan study tour,” jelas Dedi Mulyadi.
Pernyataan tersebut mendapatkan tanggapan dari Ketua DPD Asosiasi Travel Agent Indonesia (ATSINDO) Jabar, Joseph Sugeng Irianto. Dalam diskusinya dengan detikJabar, Joseph merujuk pada julukan ‘Bapak Aing’ yang melekat pada Dedi Mulyadi. Dengan analogi sebagai sosok ayah, seharusnya Dedi Mulyadi melihat seluruh warga Jabar sebagai anak-anaknya. Namun, menurut Joseph, Dedi tampak lebih memperhatikan segelintir orang dibandingkan dengan pekerja pariwisata yang juga merupakan bagian dari masyarakat Tanah Pasundan.
“Kang Dedi lupa bahwa sebutan Bapak Aing itu berarti bapak bagi semua anak-anaknya, dalam hal ini warga Jabar. Anaknya banyak dengan beragam karakter, tapi Kang Dedi hanya fokus pada satu atau dua anak dan mengabaikan yang lain,” ujarnya pada Selasa (22/7).
Joseph menekankan bahwa demonstrasi tersebut mencerminkan kekecewaan yang dirasakan oleh para pekerja pariwisata. Mereka merasakan dampak langsung dari pelarangan study tour tersebut. “Terutama mereka yang di lapangan, seperti sopir dan pemandu yang sangat tergantung pada aktivitas ini. Kebutuhan terus berjalan, sementara pendapatan mereka terbatas,” tambahnya.
Joseph dan rekan-rekannya mendesak pemerintah provinsi untuk segera mencari solusi. Dia berharap Dedi Mulyadi dapat menurunkan egonya dan meluangkan waktu untuk mendengarkan keluhan para pekerja pariwisata. “Kami berharap bukan hanya dinilai, tetapi bersama-sama mencari solusi. Sebagai bapak, harus ada usaha untuk memperbaiki keadaan, tanpa karakter menyerang satu pihak,” jelasnya.
“Suara-suara kemarin itu kan suara anak bapak. Ayo, temui kami dan kita berbicara. Jangan hanya melalui media sosial. Kami butuh solusi nyata,” tutupnya.