Pada Juli 2025, kita akan menyaksikan fenomena langit tahunan yang dikenal sebagai Aphelion. Menariknya, banyak yang bertanya-tanya apakah kejadian ini benar-benar menyebabkan suhu cuaca menjadi lebih dingin.
Menurut Forbes, Aphelion terjadi ketika Bumi berada di titik terjauh dari Matahari dalam orbit elipsnya. Sebaliknya, posisi terdekat dengan Matahari disebut Perihelion. Tahun ini, saat Aphelion, jarak Bumi dari Matahari mencapai 152 juta kilometer. Untuk memberi gambaran, jarak rata-rata Bumi dan Matahari adalah sekitar 150 juta kilometer, tepatnya 149,6 juta kilometer. Ini berarti ada perbedaan jarak sekitar 2 hingga 3 juta kilometer ketika Bumi berada di titik Aphelion.
Namun, apakah perbedaan jarak ini benar-benar berpengaruh pada suhu di Bumi? Banyak orang meragukan hal ini. Selama bulan Juni dan Juli, udara memang terasa lebih dingin dan itu kebetulan terjadi saat Bumi sedang berada di Aphelion, tepatnya pada awal Juli.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Aphelion bukanlah penyebab utama suhu dingin yang kita rasakan pada bulan Juli. Meskipun Bumi berada di titik terjauh dari Matahari, kondisi itu tidak memiliki dampak signifikan terhadap fenomena atmosfer atau cuaca di permukaan. “Saat Aphelion, meskipun Matahari berada pada titik terjauh, itu tidak mempengaruhi suhu secara langsung,” ujar BMKG.
Sebagai gantinya, suhu udara yang lebih dingin disebabkan oleh musim kemarau, di mana angin timur-tenggara dari Australia, atau muson timur, membawa udara dingin ke wilayah Indonesia. Dalam perjalanan, udara ini bertemu dengan suhu permukaan laut yang lebih rendah, membuat daerah-daerah seperti Jawa dan Bali mengalami suhu yang lebih sejuk.
Selain itu, berkurangnya awan dan hujan juga berkontribusi pada penurunan suhu. Dengan tidak adanya uap air, energi radiasi yang ditangkap Bumi tidak terperangkap di atmosfer pada malam hari, sehingga panas radiasi langsung lepas ke luar angkasa. Ini menyebabkan suhu udara lebih dingin, terutama pada malam hari hingga pagi.
Menariknya, saat Indonesia merasakan cuaca dingin, wilayah lain di dunia justru merasakan teriknya heatwave. Semua ini berkaitan dengan kemiringan poros Bumi sebesar 23,4 derajat, yang memengaruhi jumlah sinar Matahari yang diterima berbagai belahan bumi. Misalnya, saat belahan utara mendapatkan sinar matahari lebih lama dan mengalami hari-hari musim panas yang panjang, belahan selatan justru sebaliknya, dengan hari-hari yang lebih pendek dan dingin.
Apakah fenomena Aphelion berdampak pada Bumi? Sumber dari New York Times menyatakan bahwa dampak Aphelion terhadap Bumi memang ada, yakni dalam hal jumlah sinar Matahari yang diterima, meskipun efeknya tidak terlalu signifikan.
Jika orbit Bumi berbentuk lingkaran sempurna, semua musim mungkin akan memiliki durasi yang sama. Itu artinya, jumlah hari untuk musim panas, dingin, gugur, dan semi akan seimbang. “Jika kita bisa merubah orbit Bumi menjadi lebih melingkar, mungkin efeknya akan berbeda,” jelas Kirby Runyon, seorang geolog di Planetary Science Institute.
Untuk tahun-tahun mendatang, berikut adalah jadwal fenomena Aphelion dan Perihelion.
Demikian ulasan singkat mengenai apakah Aphelion benar-benar membuat suhu menjadi lebih dingin. Semoga informasi ini bermanfaat!